Danau Toba
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Danau Toba | |
Keindahan Danau Toba. | |
Informasi tempat wisata | |
---|---|
Lokasi | Sumatera Utara |
Negara | Indonesia |
Koordinat | 3,58°LU 98,67°BTKoordinat: 3,58°LU 98,67°BT |
Jenis objek wisata | Wisata alam, danau |
Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak diProvinsi Sumatera Utara, Indonesia. Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.
Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang, Berastagi dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Daftar isi
[sembunyikan]Sejarah
Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano(gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut.
Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkannya.
Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Tim peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia, mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di selatan dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Selama tujuh tahun, para ahli dari oxford University tersebut meneliti projek ekosistem di India, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang mereka tinggalkan di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini ternyata hanya sabana (padang rumput). Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim menyimpulkan, daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu dari letusan gunung berapi purba.
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu.
Kerusakan lingkungan
Pada bulan Mei 2012 Pemkab Samosir menerbitkan surat keputusan (SK) Bupati Samosir No 89 tanggal 1 Mei 2012 tentang Pemberian Izin Lokasi Usaha Perkebunan Hortikultura dan Peternakan seluas 800 hektare di Hutan Tele, di Desa Partungkot Nagijang dan Hariara Pintu,Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara kepada PT Gorga Duma Sari (GDS) yang dimilik seorang anggota DPRD Kabupaten Samosir, Jonni Sitohang.[1] [2] Kemudian dilanjutkan dengan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi Sumatera Utara melalui SK Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Samosir Nomor 005 Tahun 2013. [1] Ketua Pengurus Forum Peduli Samosir Nauli (Pesona), Rohani Manalu menyatakan bahwa ijin yang didapatkan ini membuat PT GDS melakukan penebangan atas kayu kayu alam di dalam hutan tanpa memiliki AMDAL.[1] Rohani juga menyatakan bahwa akibat lain adalah terjadinya longsor dan banjir yang menimbulkan korban jiwa. [3] [4]
Akibat penebangan hutan Tele, lumpur hasil erosi di atas tanah bekas penebangan tersebut telah menyebabkan pendangkalan sungai-sungai di sekitar Danau Toba.[5]
Program penanaman sejuta pohon yang digerakkan pemerintah Provinsi Sumatera Utara pun dikatakan tidak efektif karena banyak pohon yang mati karena tidak dirawat. Hal ini menyebabkan tiga aktivis lingkungan Sumatera Utara, Marandus Sirait, Hasoloan Manik (Kalpataru), dan Wilmar Eliaser Simandjorang (Satya Lencana Karya Satya, Toba Award,Wana Lestari) mengembalikan semua piagam penghargaan yang pernah diberikan pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Kementrian Kehutanan, dan Istana Negara.[5][6]
Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya telah melayangkan dua surat rekomendasi agar Bupati Samosir Mangindar Simbolon sebagai pemberi izin usaha dan penanggung jawab agar memberikan sangsi administratif berupa penutupan aktivitas usaha.[6] Setelah surat pertama tidak digubris, Bupati Samosir menjawab surat kedua dengan menyatakan bahwa perusahaan tidak melanggar sehingga tak layak tutup.[6][7] Karena Bupati tidak melaksanakan rekomendasi Kementrian Lingkungan Hidup pun memberlakukan Pengambil Alihan Wewenang (Second Line Enforcement) dan menutup sementara aktivitas PT GDS.[6] Setelah Kementrian Lingkungan Hidup turun langsung ke lokasi berdasarkan temuan bahwa keputusan tidak digubris [8] [9] dan Pemkab menyurati PT GDS untuk menaati surat keputusan PT GDS pun menghentikan semua kegiatan operasional dan menarik alat-alat berat di kawasan tersebut berdasarkan pengakuan Direktur GDS Jonni Sitohang.[2]
http://id.wikipedia.org/wiki/Danau_Toba